kitamemilih untuk tidak berbohong, menipu, atau memperdaya orang lain. Jika kita biasa bersikap jujur, kita akan rasa bersalah apabila menipu. Rasa bersalah itu akan hilang jika kita memohon maaf terhadap orang yang kita tipu. Sebenarnya, perbuatan berbohong atau tidak amanah akan merosakkan jiwa dan juga hubungan kita dengan orang lain.

DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember. DALAM kehidupan sehari-hari, sering kita dengar istilah ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar adalah usaha lahir batin secara maksimal untuk mewujudkan yang kita impikan. Ikhtiar lahir biasanya diimbangi dengan ikhtiar batin yang disebut zikir dan doa. Setelah ikhtiar lahir batin, kita jalani dengan beragam cara, beragam strategi, dan beragam kekuatan fisik akal dan kalbu, hasilnya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Memasrahkan hasil ikhtiar lahir batin kita kepada Allah SWT itulah yang disebut tawakal. Jadi, ikhtiar dan tawakal merupakan satu rangkaian utuh dalam proses kehidupan kita. Agama mengajarkan kita wajib berikhtiar, namun berhasil tidaknya ikhtiar kita bukankah kita yang menentukan, tetapi Allah SWT. Karena itu, setelah ikhtiar maksimal kita lakukan untuk tahta, harta, dan sebagainya maka selanjutnya kita harus bertawakal kepada Allah SWT. Agar kita dapat mengambil hikmah dan ibrah di balik ketetapan-Nya. Kenapa? Karena Allah SWT dalam Alquran menegaskan “Katakanlah wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala QS. Ali Imron 26. Secara bahasa, tawakal berarti berserah diri. Menurut terminologi Islam, tawakal berarti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Al-Qurthuby mendefinisikan tawakal dengan sikap berpegang teguh kepada Allah SWT disertai dengan sikap mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada. Lebih dari itu, kalangan sufi menegaskan bahwa sifat tawakal ini tidak akan pernah ada dalam diri orang yang di dalam hatinya masih bercampur rasa takut kepada selain-Nya. Kata tawakal berasal dari Bahasa Arab at-tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal merupakan pekerjaan hati nurani manusia dan puncak tertinggi keimanan. Sifat ini akan datang dengan sendirinya jika iman seseorang sudah matang. Prof Dr Hamka menegaskan, “belum berarti pengakuan iman kalau belum tiba di puncak tawakal. Maka, apabila seorang mukmin sudah bertawakal, berserah diri kepada Allah SWT, terlimpahlah ke dalam dirinya sifat aziz terhormat, termulia yang ada pada-Nya. Ia tidak takut lagi menghadang maut. Selain itu, terlimpahlah kepadanya pengetahuan Allah SWT. Dengan demikian, ia memperoleh berbagai ilham dari Allah Swt untuk mencapai Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din menerangkan, “ketahuilah, bahwa ilmu itu menimbulkan keadaan dan keadaan membuahkan kerja. Sesungguhnya ada orang yang mengira bahwa pengertian tawakal itu ialah meninggalkan usaha tenaga dengan badan dan meninggalkan perhatian dengan pikiran, jatuh ke tanah bagai perca yang dilemparkan atau bagai daging di atas tempat mencencangnya, menyerah semata-mata. Ini adalah dugaan orang yang bodoh dan jahil, karena hal yang seperti itu dilarang oleh syara’ agama, disebabkan agama mewajibkan orang yang bertawakal itu seberapa bisa mencapai suatu kedudukan yang wajar menurut agama, dengan meninggalkan larangan dan menjalankan perintah Karena itu, Al-Ghazali menjelaskan bahwa amal orang-orang yang bertawakal terbagi empat bagian 1 berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, 2 berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dengan hal-hal yang bisa membawa manfaat, 3 berusaha menolak dan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menimbulkan mudarat bencana, dan 4 berusaha menghilangkan mudarat yang menimpa dirinya. Dengan demikian, tawakal bukan berarti tinggal diam tanpa kerja dan usaha, bukan menyerah semata-mata kepada keadaan dan nasib, dengan tegak berpangku tangan, duduk memeluk lutut, menanti-nanti apa yang akan terjadi. Tawakal mengandung pengertian bekerja keras serta berjuang untuk mencapai tujuan dan kepentingan yang disebutkan tadi. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu dapat tercapai berkat rahmat dan inayah-Nya. Orang yang bertawakal kepada Allah SWT tidak akan berkeluh kesah dan gelisah. Ia akan selalu berada dalam ketenangan, ketenteraman dan kegembiraan. Jika ia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, ia akan bersyukur, dan jika tidak ia akan bersabar. Ia menyerahkan semua keputusan, bahkan dirinya sendiri, kepada-Nya. Penyerahan diri itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah SWT. Namun, tidak berarti bahwa orang yang bertawakal harus meninggalkan semua usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar itu harus tetap dilakukan, sedangkan keputusan terakhir diserahkan kepada Allah Swt. Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan “…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal QS. Ali Imran 169 dan “…maka berpalinglah kamu dari mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi QS. An-Nisa’ 81. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi, dikisahkan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang laki-laki ingin meninggalkan untanya di depan masjid tanpa diikat, dengan alasan ia bertawakal kepada Allah SWT. Ketika hal tersebut diketahui oleh Rasulullah SAW, beliau menyatakan “Ikatlah untamu terlebih dahulu, kemudian barulah Keyakinan utama yang mendasari tawakal adalah keyakinan sepenuhnya akan kekuasaan dan kemahabesaran Allah SWT. Jadi, tawakal merupakan bukti nyata dari tauhid. Di dalam batin orang yang bertawakal, tertanam iman yang kuat bahwa segala sesuatu terletak di “tangan” Allah SWT dan berlaku atas ketentuannya. Tidak seorangpun dapat berbuat dan menghasilkan sesuatu tanpa izin dan kehendak Allah SWT baik berupa hal-hal yang memberikan manfaat atau mudarat dan menggembirakan atau mengecewakan. Sekalipun seluruh makhluk berusaha untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepadanya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka semua berkumpul untuk memudaratkannya, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan izin-Nya. Bertawakal mempunyai banyak hikmah, antara lain membuat seseorang lebih percaya diri, memiliki keberanian dalam menghadapi persoalan, memiliki ketenangan dan ketenteraman, dekat dengan Allah dan yakin bahwa Allah Swt selalu melindunginya. Dengan bertawakal, kita akan bersikap husnuzan, sehingga ketika impiannya tercapai, dia bersyukur dan menerimanya sebagai amanah. Sebaliknya, jika impiannya gagal dia akan bersabar, tidak bersedih dan berputus asa, karena keputusan Allah adalah keputusan terbaik. Dia akan menganggap bahwa Allah SWT sangat sayang kepadanya, karena jika dipaksakan memikul amanah baru mungkin dia tidak kuasa menahan godaan tahta, harta atau godaan lainnya. Wallahu a’lam. *Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA adalah Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN KHAS Jember dan Pengasuh Pesantren Shofa Marwa Jember.
Diantara bentuk nyata akhlak mulia kepada Rasulullah SAW adalah sebagai berikut : Meyakini dengan sepenuh hati (beriman) bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT. kepada seluruh manusia dan jin untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat al-Fath ayat 29 :
Tidak bisa dipungkiri, virus Corona menimbulkan rasa khawatir akan keselamatan jiwamanusia. Kekhawatiran itu kemudian di kalangan umat Islam memunculkan sikap-sikap keberagamaan tertentu yang semuanya ada rujukannya di dalam Al-Quran. Memang begitulah seharusnya orang-orang beriman menyikapi persoalan-persoalan hidupnya sebagaimana diperintahkan di dalam Al-Qur'an. Di dalam kitab suci ini terdapat ayat-ayat yang isinya sangat beragam namum masing-masing tidak saling menafikan tetapi bersinergi sehingga menjadi sebuah trilogi, yakni 1 ikhtiar usaha, 2 doa, dan 3 tawakal. Penjelasannya sebagai berikut Ikhtiar Jika seseorang mengharapkan sesuatu, misalnya perubahan nasib, mendapatkan rezeki, ilmu, kelulusan ujian, kesehatan dan sebagainya, maka ia harus melakukan suatu upaya lahiriah secara aktif dan nyata, dan inilah yang disebut ikhtiar atau usaha. Demikian pula jika kita berharap terhindar atau selamat dari acaman virus Corona yang mematikan itu kita harus memperhatikan petunjuk dari para ahli di bidang kesehatan sebab merekalah yang secara khusus mendalami ilmu di bidang ini yang hukum mempelajarinya adalah fadhu kifayah sebagaima pendapat Imam al-Ghazali. Salah satu petunjuk dari para ahli kesehatan terkait dengan virus Corona yang telah terbukti dapat menular dan menyebar dengan sangat cepat ini adalah agar kita menghindari berkumpul dalam jumlah besar dalam waktu dan tempat yang sama. Alasannya adalah hal semacam ini berpotensi menularkan dan menyebarkan virus Corona dengan terjadinya kontak fisik secara langsung di antara orang-orang yang berkumpul itu. Petunjuk itu kemudian oleh para ulama yang tergabung dalam ormas atau lembaga tertentu seperti LBM PBNU, MUI dan Kementerian Agama ditindak lanjuti dengan imbauan untuk sementara tidak mengadakan shalat Jumat di masjid-masjid bagi daerah-daerah di zona merah virus Corona. Sebagai gantinya masyarakat dianjurkan untuk melaksanakan shalat Dzuhur empat rakaat di rumah masin-masing. Ketiga lembaga tersebut berwenang mengeluarkan imbauan seperti itu karena memang itu wilayah tanggung jawab mereka. Pertanyaannya, apakah usaha atau ikhtiar agar terhindar dari tertular atau menularkan virus Corona memiliki dasar di dalam ajaran Islam? Jawabnya “Ya”, yakni Surat Ar-Ra’d, ayat 11 sebagai berikut إِنَّ اللهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ Artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Merujuk pada ayat tersebut, ancaman virus Corona bisa saja akan terus berlangsung sampai ada usaha-usaha nyata untuk menanganinya. Dalam hal ini ada dua tindakan untuk menangani, yakni mencegah to prevent dan mengobati to cure. Anjuran untuk sementara tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid-masjid merupakan tindakan pencegahan. Inilah kewajiban para ulama. Sedangkan tindakan pengobatan hanya dapat dilakukan oleh para dokter. Berikhtiar adalah wajib. Maka barangsiapa mau berikhtiar, ikhtiarnya akan dicatat sebagai ibadah. Jika ikhtiarnya membuahkan hasil, maka setidaknya ia akan mendapat 2 dua keuntungan. Pertama, ia akan memperoleh pahala dari Allah. Kedua, ia akan mendapat keberhasilan atau manfaat dari apa yang telah ia usahakan. Tetapi jika ikhtiarnya belum berhasil, maka setidaknya ia akan mendapat pahala dari Allah. Jika ia sabar, maka ia akan mendapatkan pahala yang berlipat. Doa Untuk memperlancar atau mempermudah upaya lahiriah kita mencapai keberhasilan dalam menangani kasus virus Corona, kita juga harus juga melakukan ikhtiar batiniah, yakni berdoa kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam Surat Al Mu’min, ayat 60 sebagai berikut ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ Artinya “Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkannnya.” Allah akan menjawab atau memberikan ijabah terhadap apa yang menjadi permohonan kita dalam menangani virus Corona jika kita berdoa kepada-Nya. Gus Mus, sebagaimana dikutip dari NU Online Senin, 15/3, memberikan amalan doa menghadapi virus Corona antara lain sebagai berikut بِسْمِ اللهِ لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ، Artinya “Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya tidak ada sesuatu yang berbahaya baik di bumi maupun di langit. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Mengetahui.” Doa tersebut suapaya dibaca sehabis Subuh dan Maghrib dan juga ketika hendak keluar rumah. Selain itu KH A Mustofa Bisri Gus Mus memberikan amalan dengan mewiridkan asma Allah يا سلام yã Salãm يا حفيظ yã Hafiizh, dan يا مانع يا ضآر ، yã Mãni'u yã Dhãrru, yang masing-masing dibaca minimal 20 kali setiap sehabis salat. Hikmah berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala dalam kaitannya dengan ikhtiar adalah bahwa ikhtiar batin ini akan mendekatkan kita kepada-Nya, dan oleh karena itu akan memperlancar tercapainya apa yang kita ikhtiarkan dan mohonkan. Hikmah lain adalah bahwa dengan berdoa, kita akan terhindar dari klaim bahwa keberhasilan kita semata-mata karena ikhtiar kita sendiri tanpa campur tangan dari Allah. Tentu ini akan mejadi kesombongan yang luar biasa. Na’udzu billahi min dzalik. Tawakal Selain melakukan ikhtiar dan doa kepada Allah dalam upaya kita melepaskan diri dari ancaman virus Corona, ada satu hal lagi yang tidak boleh kita tinggalkan, yakni tawakal. Dalam surat Ali Imran, ayat 159, Allah berfirman فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ Artinya “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertwakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang brtawakal pada-Nya.” Menurut Imam Hanbali tawakal merupakan perbuatan hati. Artinya, tawakal bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan semata, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Tetapi sekali lagi, tawakal merupakan perbuatan hati sehingga tidak bisa diwujudkan dalam bentuk fisik, seperti berdiam diri tanpa melakukan suatu ikhtiar lahiriah. Artinya tawakal tidak meniadakan ikhtiar. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan virus Corona kita tidak boleh berserah diri kepada Allah begitu saja tanpa melakukan iktiar nyata agar terhindar dari virus Corona. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan petunjuk bahwa tawakal itu tidak meniadakan ikhtiar yang masuk akal terkait dengan persoalannya sebagaimana beliau tunjukkan dalam suatu hadits tentang perlunya mengikat unta sebelum memasrahkannya kepada Allah dengan tawakal. Hadits tersebut diriwayatkan Ibnu Hibban sebagai berikut اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ Artinya “Ikatlah untamu dan bertawakkallah.” Oleh karena itu, petunjuk dari para ulama tentang imbauan melakukan shalat Dzuhur dan sebagai ganti dari shalat Jumat di masjid untuk daerah yang sudah dinyatakan zona merah virus Corona sebaiknya kita perhatikan. Demikian pula imbauan dari para ahli kesehatan untuk melakukan pola hidup sehat, sering-sering cuci tangan dengan menggunakan sabun dan mengurangi mobilitas yang tak perlu juga harus diperhatikan. Tidak hanya itu usaha menjaga imunitas diri juga harus dilakukan agar tidak mudah terdampak oleh virus Corona. Setelah ikhtiar-ikhtiar lahiriah dan batiniah itu kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka kita pasrahkan persoalan virus Corona dan hasil dari ikhtiar-ikhtiar itu kepada Allah dengan meyakini bahwa apapun ketentuan Allah adalah yang terbaik. Dalam kaitan ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU KH Said Aqil Siroj mengimbau agar umat Islam meningkatkan iman, bertawakal dan ridha menerima ketentuan Allah dengan merebaknya wabah Covid-19 ini NU Online, Jumat, 20/3. Tawakal memang sangat penting disamping ikhtiar dan doa. Allah mencintai orang-orang-orang yang senantiasa berserah diri kepada-Nya. Seperti kita ketahui dan mungkin sering kita alami bahwa tidak setiap yang kita usahakan atau mohonkan akan tercapai dengan segera sebagaimana kemauan kita. Allah-lah yang mengatur seluruh alam dengan segala permasalahannya. Allah juga Maha Tahu terhadap apa yang akan terjadi di masa depan. Allah Maha Adil dan Bijaksana dengan semua rencana dan keputusan-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya ikhtiar dan doa kita, kita pasrahkan sepenuhnya kepada-Nya. Biarlah Allah yang mengatur kapan ikhtiar dan doa kita akan terkabul. Allah lebih tahu apa yang terbaik buat hamba-hamba-Nya. Terkadang, apa yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah subhanahu wata’ala. Jadi memang ikhtiar, doa dan tawakal harus selalu ada dan kita lakukan secara serempak terkait dengan bagaimana kita harus menghadapi wabah virus Corona Covid-19. Ikhtiar dan tawakal tidak saling bertentangan karena masing-masing berjalan di atas relnya sendiri. Ikhtiar berada dalam di wilayah lahiriah sedang tawakal di wilayah batiniah. Bisa saja orang yang sangat tinggi tawakalnya justru menempuh ikhtiar paling sungguh-sungguh dengan bersikap sangat hati-hati dalam menghadapi persoalan-persoalan seperti virus Corona. Namun demikian, sungguhpun ikhtiar dan tawakal berjalan di atas rel masing-masing, keduanya terhubung dengan doa karena doa merupakan ikhtiar batiniah. Ketiga hal itu harus kita laksakanakan secara seimbang tawazun karena kita adalah para pengikut Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah. Jika kita hanya bertawakal, kita akan sama saja dengan kaum jabariah yang dalam semua persoalan hanya pasrah kepada Allah tanpa ikhtiar yang memadai. Tetapi jika kita hanya mengadalkan ikhtiar saja tanpa doa dan tawakal yang memadai, kita akan sama saja dengan kaum Mu’tazilah yang semata-mata mengandalkan ikhtiar-ikhtiar lahiriah Kesimpulannya kita harus bersikap tengah-tengah tawasuth dan seimbang tawazun dalam menghadapi wabah virus Corona Covid-19 dengan melaksanakan trilogi ikhtiar, doa dan tawakal. Bahkan kita juga harus bersikap toleran tasamuh ketika kita melihat di antara saudara-saudara kita melakukan cara yang berbeda dalam menghadapi virus Corona sepanjang cara-cara itu masih dalam kerangka trilogi di atas. Jangan sampai kita terbelah atau terpisah gara-gara virus Corona ini sebagaimana kekhawatiran Rais Aam Idarah Aliyah Jam'iyah Ahlit Thariqah Mu'tabarah An-Nahdliyah Jatman Habib Muhammad Luthfi bin Yahya NU Online, Jumat, 20/3. Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama UNU Surakarta. Tapiapalah arti pelet ampuh jarak jauh dengan segala usaha tanpa ada keyakinan yang kuat dalam hati melalui doa. Dalam islam, ada doa yang bisa Anda baca untuk dapat memikat hati seorang wanita. Dengan niat yang tulus, doa ini InsyaAllah dapat membantu Anda mendapatkan hati wanita pujaan Anda tersebut. Ilustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Ikhtiar adalah usaha seseorang dalam memperoleh suatu keinginan. Akhlak ini merupakan salah satu sikap yang diajarkan Rasulullah untuk para Kamus Besar Bahasa Indonesia, ikhtiar mengandung beberapa arti yaitu syarat untuk mencapai tujuan, usaha dan upaya. Sedangkan menurut istilah, ikhtiar adalah proses usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai diberikan potensi oleh Allah untuk membentuk kehidupan yang lebih baik dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq karya Taofik Yusmansyah, ikhtiar manusia dijelaskan dalam penggalan surat Ar Rad ayat 11, yang berbunyiاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗArtinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memerintahkan manusia agar senantiasa untuk berusaha atau berikhtiar. Selain itu, setiap manusia dianjurkan untuk tidak mudah putus asa, selalu ingin menemukan hal-hal baru, dan tidak cepat merasa puas atas apa yang telah hadits Rasulullah disebutkan bahwa orang yang berikhtiar lebih baik dari pada orang yang meminta-minta. Sebagaimana dikutip dari buku Tetaplah Tawakkal! karya Ustadz Muhammad Salim As-Suburi berikutDari Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya. Sungguh, salah seorang dari kalian pergi yang mengambil talinya lalu dia mencari kayu bakar dan dipikulkan ikatan kayu itu di punggungnya. Itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberi maupun tidak memberinya.” HR. Bukhari Hadits tersebut sekaligus menegaskan bahwa ikhtiar wajib dilakukan oleh seluruh umat Muslim. Sebab, harta yang diperoleh dari ikhtiar nilainya jauh lebih baik dan berkah daripada hasil ikhtiarIlustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Di balik perintah untuk berikhtiar, terdapat manfaat yang sangat besar bagi manusia. Sebab, Allah tidak akan mewajibkan sesuatu apabila tidak mengandung fadilah di dari buku Diabaikan Allah Dibenci Rasulullah karya Rizem Aizid, berikut beberapa manfaat dari ikhtiarMendapatkan kepuasan batin, karena telah berusaha dengan segala kemampuan yang di hadapan Allah dan sesama dari sifat boros karena merasakan susahnya jerih payah sendiri dan jerih payah orang menggantungkan hidupnya kepada orang IkhtiarIlustrasi ikhtiar. Foto Freepik. Islam telah mengatur segala aspek kehidupan agar umatnya selamat di dunia dan akhirat. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Akidah Akhlak Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII karya Masan AF, berikut adab yang harus diperhatikan dalam berikhtiarSetiap memulai ikhtiar atau usaha selalu dimulai dengan membaca pada diri sendiri bahwa sesuatu yang diusahakan adalah yang diridhai ikhtiar berupa pekerjaan, maka cintailah pekerjaan dengan sepenuh pekerjaan dengan ikhlas, sehingga seberat apa pun pekerjaan akan terasa waktu sebaik-baiknya, tidak menunda-nunda dalam bekerja. Misalnya datang dan pulang kerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Terlebihlagi apabila kita tidak memahami tujuan kita berada di muka bumi ini, otomatis hidup kita akan berjalan kacau dan berjalan tidak terarah dan bahkan mengikuti arah angin saja. Sebaliknya, jika hasilnya tidak sesuai atau gagal, kita akan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah, disertai keyakinan adanya hikmah dari Allah
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman mitra yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional. Ikhtiar itu bertingkat-tingkat, yaitu Pertama, ikhtiarnya orang awam seperti kita kebanyakan. Kedua, nya iktiar orang khawas yang sudah jauh anak tangganya ke atas. Dan yang ketiga,ikhtiar lnya khawasul khawas, yaitu orang yang sudah mencapai pada tingkat puncak. Namun demikian, ikhtiar juga sering disalahpahami oleh sebagian di antara kita, seolah-olah orang yang ikhtiar itu pasrah. Apakah maksud dari pasrah? Terkadang orang menyangka bahwa makna ikhtiar itu meninggalkan usaha dengan badan, meninggalkan pengaturan dengan hati dan jatuh di atas bumi bagaikan daging di atas landasan tempat memotong daging. Lihatlah daging di atas dapur tempat pemotongan itu! Bukanlah seperti ini seharusnya seorang muslim ikhtiar, yaitu seperti daging yang tergeletak, tak ada usaha sama sekali. Ini adalah sangkaan orang-orang yang bodoh. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin memberikan klarifikasi terhadap kita, bahwa yang dimaksud dengan ikhtiar bukanlah seperti itu, bukanlah hanya dengan berdoa saja, yang pokoknya semua denyut jantungnya diserahkan kepada Tuhan. Bukanlah ini yang disebut ikhtiar. Malah dikatakan, bahwa hal seperti ini tak lain merupakan sangkaan orang-orang yang bodoh, karena yang demikian itu diharamkan oleh syari’ah kita. Sebaliknya, kita wajib untuk bergerak. Banyak sekali ayat-ayat Alquran yang membahas mengenai hal ini. Allah berfirman Dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. At-Taubah 105 Kita tidak disuruh hanya berdiam diri saja. Malahan Allah bersumpah 1 Demi masa. 2 Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, 3 kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Al-’Ashr 1-3 Jadi, jangan ada yang beranggapan bahwa semakin tinggi tingkat kepasrahan seseorang jika ia hanya berdoa saja, meninggalkan keramaian, menelantarkan anak cucu dan keluarga. Hal ini justru berdosa. Rasulullah pernah menegur tiga komponen sahabatnya berkenaan dengan hal ini. Ketika itu ada yang menyatakan, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, ibadahku sudah meningkat, tak pernah lagi melakukan hubungan suami-isteri. Semua itu kulakukan demi untuk berkonsentrasi penuh terhadap cintaku kepadamu lebih dari cintaku kepada istri. Cintaku tak boleh lagi berbagi selain kepadamu.” Mendengar ini, Rasulullah setengah marah. Beliau pun berkata kepada orang itu, “Aku ini seorang rasul, tetapi juga mempunyai isteri dan anak. Haknya isteri ada pada kita, begitu juga haknya anak.” Kemudian ada lagi yang datang, lalu menyatakan, “Ya Rasulullah, aku berbahagia, karena aku tak pernah lagi tidur malam. Waktu sepenuhnya aku gunakan untuk salat, serta puasa sepanjang hari.” Mendengar ini, Rasulullah kemudian berkata, “Bukanlah begitu seharusnya, karena badan ini juga ada haknya.” Sesungguhnya, pembekasan ikhtiar itu nampak dalam gerak-gerik seorang hamba. Bekas-bekas keikhtiaran bisa dilihat jika orang tersebut berusaha dengan ikhtiarnya. Jadi, ikhtiar itu adalah usaha. Seseorang yang sakit wajib hukumnya untuk berobat. Kita tidak boleh berpasrah diri begitu saja ketika sakit. Orang yang mati dalam keadaan tidak berikhtiar, maka sama saja orang tersebut mati bunuh diri. Ada kalanya usaha tersebut dilakukan untuk menarik manfaat, yaitu seperti bekerja. Jika kita bekerja di kantor misalkan yang itu ada gajinya, maka hal ini merupakan usaha ikhtiar untuk hidup. Kalau kita sudah memperoleh manfaat, kemudian kita pelihara manfaat itu, maka ini adalah bagian dari ikhtiar. Dalam hal ini harus pula diingat, bahwa kita jangan bersikap mubazir. Memelihara manfaat atau harta yang kita peroleh itu adalah dengan menyimpannya, sebagian kita simpan untuk keperluan darurat. Janganlah jika kita hari ini mendapatkan rezeki yang hari itu juga akan habis. Kita dianjurkan untuk menghemat. Jika suatu waktu harta kita itu hilang, maka janganlah khawatir, karena kita sudah melakukan ikhtiar. Jika terjadi seperti ini, maka camkanlah di dalam hati, bahwa Tuhan pasti menyimpan sesuatu yang tidak berkah di dalam harta itu, sehingga Tuhan kemudian mengambilnya melalui orang lain. Janganlah bersedih jika suatu waktu kita mengalami kehilangan harta. Yakinlah, bahwa pasti ada sesuatu yang tidak bermanfaat seandainya harta itu tetap tinggal bersama kita. Tak usah meratapi barang yang hilang, sebab apa yang telah hilang itu belum tentu akan kembali. Ikhtiar juga dilakukan untuk memelihara dari kemelaratan, yaitu seperti menolak orang-orang yang menyerang, menolak pencuri, ataupun menolak binatang buas. Dalam hal ini, kita tidak boleh berpasrah saja jika menghadapi hal-hal tersebut. Selain itu, ikhtiar juga dilakukan untuk menghindari dari penyakit, yaitu seperti meminum obat. Jika kita sakit, lalu kita kemudian tak mengobatinya, maka hal ini bukanlah ikhtiar, melainkan kita telah melakukan dosa. Jadi, gerak-gerik hamba tidak terlepas dari empat hal Pertama, menarik kemanfaatan, yaitu seperti bekerja. Kita berikhtiar, tapi kita juga bekerja. Menarik manfaat maksudnya kita berusaha yang dari usaha itu ada hasilnya. Hasilnya itu kita gunakan untuk hidup sejahtera, untuk membiayai anak-anak bersekolah, digunakan untuk menjadikan anak kita sebagai anak yang saleh. Kedua, memelihara kemanfaatan, yaitu seperti menyimpan harta. Jika pada yang pertama tugas kita adalah mencari harta tersebut, maka yang kedua tugas kita adalah menyimpannya. Ketiga, menolak kemelaratan. Kita tidak boleh menjadi orang yang melarat, juga menjaga dari ancaman luar. Maksudnya, jika kita sudah tahu bahwa pola hidup kita itu ujung-ujungnya akan melarat, maka hindarilah jalan itu, carilah jalan yang lain. Seandainya pun juga ada dua cabang yang itu tidak ada pilihan hidup, misalkan jika kita bertahan pada suatu pendirian maka kita akan mati kelaparan. Tapi kalau kita mengambil jalan yang lain yang itu hasilnya adalah haram, maka pilihlah yang haram itu, seandaikan memang sudah tak ada pilihan yang lain. Di dalam Alquran disebutkan, bahwa babi pun dibolehkan untuk dimakan jika dalam keadaan tak ada pilihan seperti ini. Tapi harus memang dalam keadaan yang betul-betul darurat, sehingga tak ada dosa kita melakukan itu. Darurat itu membolehkan yang tidak boleh. Keempat, memotong kemelaratan. Misalkan, jika kita sedang sakit, maka kita harus memotong jangan sampai sakit tersebut terlalu lama. Jika flu tanpa diobati, biasanya flu tersebut baru sembuh setelah lima hari ataupun sepuluh hari. Tetapi dalam hal ini kita tahu kondisi diri kita. Biasanya jika kita meminum obat, maka flu tersebut akan begitu cepat sembuh, yaitu paling-paling hanya tiga hari. Jadi, kemelaratan tersebut harus dipotong. Jangan membiarkan diri kita begitu saja tanpa ada usaha mengobati. Memotong kemelaratan juga adalah untuk memberikan peluang kepda ibadah-ibadah yang lain. Jika kita sehat, tentunya banyak ibadah yang bisa kita lakukan, serta ibadah tersebut bisa kita lakukan secara khusyu’ dibandingkan jika kita berada dalam keadaan sakit. Rasulullah bersabda Jika kamu berikhtiar kepada Allah dengan tawakal yang sesungguhnya, niscaya Allah memberikan rezeki kepadamu sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung yang keluar dari sarangnya pagi-pagi dengan perut lapar dan kembali pada sore harinya dengan perut kekenyangan setiap hari. Dan lenyaplah gunung-gunung penghalang dengan sebab doanya. ikhtiar yang benar adalah ikhtiar seperti yang disabdakan oleh Rasulullah itu. Siapa yang bekerja ataupun berikhtiar kemudian berdoa, maka inilah ikhtiar yang benar. Kalau hal ini konsisten dilakukan, betul-betul fokus kepada Allah dalam menyerahlan dirinya, maka Allah akan menjamin rezeki orang tersebut. Hal ini merupakan suatu mu’jizat, ada misteri di situ, yaitu misteri keikhlasan, misteri ikhtiar. Jika kita telah melakukan pekerjaan secara baik dan maksimum, mungkin setelah itu ada perasaan takut dan khawatir. Janganlah takut terhadap atasan kita jika kita telah melakukan sesuatu itu dengan baik dan maksimum, yang penting kita bekerja berikhtiar secara baik menurut kemampuan kita. Dalam hal ini, perlu adanya ketenangan. Jangan memberi kesempatan keraguan itu muncul dalam batin kita. Inilah ikhtiar. Kita mungkin pernah merasakan tidak percaya diri setelah melakukan sesuatu, padahal apa yang telah kita lakukan itu sudah cukup baik. Ada rasa takut dan bersalah, seakan-akan yang telah kita lakukan itu tidak maksimal. Orang yang selalu digelisahkan oleh keraguannya sendiri, maka itu bukanlah l\ikhtiar. Orang yang ikhtiar, maka dia akan percaya pada dirinya sendiri. Dia telah berikhtiar, selebihnya diserahkan kepada Allah. Kalau memang standard atasannya melebihi dari apa yang dilakukannya, maka ia akan menyerahkan kepada Allah, sebab Allah hanya menciptakan kadarnya seperti itu. Hingga kita tetap bisa bersikap tenang ketika dimarahi. Kalau memang kita bisa bersikap seperti ini, maka di saat yang lain mungkin atasan kita itu akan meminta maaf kepada kita. Mungkin juga kita akan dicari, karena walaupun terdapat kekurangan pada pekerjaan kita itu, tetapi istiqamahnya ternyata yang dibutuhkan oleh atasan kita, daripada dibandingkan dengan yang lain, sempurna tetapi munafik. Ini adalah hal yang sangat penting untuk kita semua. Tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang sangat sempurna menurut standardnya orang lain, apalagi hal itu di luar kemampuan kita. Misalkan, kita hanya S1, tetapi kemudian ditantang untuk melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh orang yang sudah S3. Bukanlah ikhtiar namanya jika kita tetap memaksakan untuk melakukan sesuatu yang di luar kemampuan kita. ikhtiar itu jika kita bekerja sesuai dengan apa adanya yang ada pada diri kita, bukan bagaimana seharusnya yang diinginkan oleh atasan kita. Karena, kalau kita selalu terbayangi oleh standardnya atasan kita ataupun standardnya orang lain, maka kita pasti selalu takkan pernah percaya diri. Sebaik apapun pekerjaan kita, ternyata itu masih ada kurangnya, karena di atas langit masih ada langit lagi. Orang yang seperti ini adalah orang yang tidak berperasaan ikhtiar. Orang yang berperasaan ikhtiar adalah orang yang apapun terjadi, maka itulah dirinya. Tapi hal ini harus konsisten dilakukan. Kalaupun ada persoalan, misalkan dimarahi ataupun dicela, pada saat-saat seperti ini kita perlu tuma’ninah sebentar. Endapkanlah sebentar, kemudian kita berdoa kepada Allah bahwa ikhtiar kita itu sudah cukup tetapi atasan kita masih menganggapnya kurang. Kita serahkan diri kita kepada Allah, laa hawlawala quwwata illa billah. Insya Allah nantinya akan ada kemu’jizatan keajaiban. Namun persoalannya selama ini, bahwa kita jarang sekali mau bertuma’ninah setelah melakukan ikhtiar. Kita sudah melakukan kerja yang maksimum, tetapi kita dimarahi, seolah-olah kita terpengaruh, bahwa memang kita yang salah. Padahal dengan seperti ini, berarti kita telah menafikan kerja maksimum yang telah kita lakukan menurut kemampuan kita. Wakafkanlah diri kita kepada Allah pada saat-saat ini. Ingatlah Allah sambil kita berpasrah di dalam hati. Yakinlah, bahwa nantinya pasti akan ada jawaban. Tidak akan ada orang yang jatuh jika ia telah berikhtiar dan berdoa lalu menyerahkan dirinya kepada Allah. Ingatlah ada dua istilah, yaitu menyerahkan diri dan pasrah. Kita sudah berikhtiar melakukan yang secara maksimum sesuai dengan kemampuan kita. Kemudian setelah itu serahkanlah hasil kerja kita tersebut kepada Tuhan. Setelah itu barulah kita pasrah. Menyerahkan diri berbeda dengan pasrah. Pasrah adalah puncak dari semua usaha yang kita lakukan itu. Jadi, anak tangganya adalah ikhtiar berusaha, sesudah itu ikhtiarmenyerahkan, sesudah itu barulah pasrah. Janganlah kita langsung pasrah tanpa melewati dua anak tangga di bawahnya, yaitu tak ada ikhtiar Ketika kita sedang menghadapi suatu problem, maka ingatlah Allah pada saat itu. Pada kondisi ini, baik itu atasan ataupun orang lain, apakah mereka mampu melawan Tuhan? Pada waktu itu, kita sudah berada di dalam genggaman Tuhan. Masih adakah kekuatan lain yang akan merampas kita yang sudah berada di dalam genggaman Tuhan? Jawabannya, tidak ada yang mampu merampas kita jika kita sudah berada di dalam genggaman Tuhan. Tapi ini harus dilakukan dengan haqqul yaqin, yaitu jangan setengah-setengah. Pada umumnya, pasrahnya kita itu setengah-setengah tanggung. Janganlah kita takut dipecat. Justru kalau kita takut, malahan mungkin akan dipecat. Dalam hal ini, jadilah seperti baja, yaitu istiqamah, sehingga si pemecat itu akan kalah. Kalau kita menyerahkan diri ini sepenuhnya kepada Allah, maka hukum alam sunnatullahnya yang berlaku adalah pasti Tuhan akan melindungi kita. Tapi kalau kita ragu, maka sama saja kita sudah bersikap syirik, yaitu pada satu sisi kita percaya Tuhan, tetapi pada sisi yang lain kita selalu dirundung rasa takut. Berani membunuh keraguan, itulah yang dicari oleh orang banyak. Tapi sangat sedikit yang bisa mencapai pada tingkatan tersebut. Bagaimanakah membunuh keraguan? Caranya, kita harus haqqul yaqin.
Menghormatitetangga dapat dilakukan dengan cara: a. Menghadiri apa yang menjadi undangannya; b. Saling bertegur sapa apabila bertemu di jalan, atau mengucapkan salam ketika bertemu; c. Menyatakan ikut bergembira atau senang apabila tetangga mendapat kesuksesan; d. Mengembangkan sikap tenggang rasa; e. Menjaga kehormatannya. ArticlePDF Available AbstractSecara konseptual penelitian ini menggambarkan nilai-nilai filosofis ikhtiar pada suatu produk perspektif ekonomi syariah. Mengkaji tentang ikhtiar tidak dapat dipisahkan dari upaya manusia untuk membentuk suatu nilai dalam ajaran islam sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupannya. Filsafat ihktiar dalam Islam merupakan kajian yang belum terungkap sehingga untuk memahami filsafat ikhtiar diperlukan kajian mendalam dari semua aspek. Upaya Manusia dalam dunia ini merupakan iradah Allah SWT yang tidak bisa di ganngu gugat eksistensinya. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jika manusia berusaha ikhtiar mematuhi ajaran agama terkait halal dan haram dalam pekerjaan maupun perilakunya menjalankan kehidupan ekonominya dengan baik dan terarah, baik dari segi produksi, konsumsi, maupun aktifitas pertukaran, maka kehidupan manusia akan barokah,terarah sesuai dengan ajaran dan pedoman dalam syariat islam. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan 3 1 2019. P 1-13 NILAI FILOSOFI IKHTIAR DALAM EKONOMI SYARIAH Secara konseptual penelitian ini menggambarkan nilai-nilai filosofis ikhtiar pada suatu produk perspektif ekonomi syariah. Mengkaji tentang ikhtiar tidak dapat dipisahkan dari upaya manusia untuk membentuk suatu nilai dalam ajaran islam sehingga dapat di implementasikan dalam kehidupannya. Filsafat ihktiar dalam Islam merupakan kajian yang belum terungkap sehingga untuk memahami filsafat ikhtiar diperlukan kajian mendalam dari semua aspek. Upaya Manusia dalam dunia ini merupakan iradah Allah SWT yang tidak bisa di ganngu gugat eksistensinya. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa jika manusia berusaha ikhtiar mematuhi ajaran agama terkait halal dan haram dalam pekerjaan maupun perilakunya menjalankan kehidupan ekonominya dengan baik dan terarah, baik dari segi produksi, konsumsi, maupun aktifitas pertukaran, maka kehidupan manusia akan barokah,terarah sesuai dengan ajaran dan pedoman dalam syariat islam. Email elyantiros Keyword Manajemen, ekonomi mandiri, kualitas layanan pendidikan PROFIT JURNAL KAJIAN EKONOMI DAN PERBANKAN E-ISSN 2597-9434 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Pendahuluan Manusia diciptakan sebagai makhluk berfikir oleh Allah SWT. Anugerah berupa akal memiliki maksud dan tujuan yang istimewa dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Dengan Akal manusia dapat bernalar, berfikir, berkeinginan dan berkemauan. Manusia dapat menentukan pilihan mau berbuat kebaikan ataupun keburukan sekalipun, sesuai dengan kehendaknya. Hingga saat ini kita melihat perkembangan zaman yang begitu pesat karena berkembangnya daya fikir manusia untuk berinovasi dan berkreasi guna memenuhi sarana dan prasarana bagi kehidupan, sehingga manusia merasa hidupnya sejahtera. Disisi lain, ada sekelompok manusia yang mendeskripsikan kehidupan yang mungkin kurang baik bagi dirinya ataupun kurang beruntung dengan istilah “nasib”. Muatan keputus-asaan tergambar dalam istilah “nasib” tersebut. Padahal, ketimpangan “nasib” itu terjadi karena perbedaan penggunaan potensi akal dalam menjalankan kehidupan ini. Penggunaan potensi akal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan inilah yang sering disebut dengan usaha atau ikhtiar. Perolehan prestasi yang berbeda pada setiap individu merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh efek perilaku yang diusahakan. Dalam pemikiran teologi, kata yang menyangkut iradah manusia dalam melakukan perbuatan dan kebebasan berusaha hanya dikenal kata ikhtiar, sunatullah, qadla dan takdir. Secara umum, nasib sebagai kata yang diserupakan maknanya dengan takdir, walaupun ungkapan itu dianggap kurang tepat. Dalam kehidupan beragama, mempercayai takdir yang datangnya dari Allah SWT merupakan kewajiban, pun termasuk rukun iman yang menjadi dasar dari kepercayaan umat islam. Percaya takdir Allah, baik dan buruk, merupakan tuntunan atas komitmen seorang muslim atas keimanan seseorang kepada Allah atas kuasa-Nya terhadap apa yang ada pada makhluk-Nya. Secara sederhana hal ini menjadi berseberangan apabila dikaitkan dengan ikhtiar. Takdir merupakan otoritas Allah dan manusia tidak memiliki kebebasan. Menjadi pertanyaan kemudian, ketika takdir menjadi sebuah ketetapan Allah, dimana posisi ikhtiar pada manusia? Bisa jadi seseorang mengatakan “buat apa sholat dan puasa, toh jika ditakdirkan masuk surga tetap masuk surga”. Pemikiran seperti itulah yang kemudian melemahkan masusia dalam ibadah dan berusaha. Sebenarnya, walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, bukan berarti manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa ada usaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha dan dilarang berputus asa. Manusia merupakan makhluk yang terpaksa dan bebas sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Ia dalam kondisi terpaksa karena terbatasnya kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya serta kondisi lingkungannya. Namun ia juga memiliki kebebasan untuk mementukan pilihan atau sikap terhadap sesuatu dan ini tidak akan ditanya atau diminta pertanggungjawaban mengenai sesuatu yang tidak berkuasa menghindarinya dan tidak bisa memilih. Tetapi pasti akan ditanya tentang sikap dan tindakan yang diberi Za‟ba, Falsafah Takdir dalam Khumaidi, “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia” UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan “kebebasan untuk memilih” free choice antara melakukannya atau tidak. Dengan arti lain, manusia dituntut untuk berusaha agar memperoleh yang terbaik baginya. Berhasil atau tidak upaya yang dilakukan, biarkan takdir yang berjalan al-insan bi at-takhyir wa Allah bi at-takdir.Manusia dikatakan makhluk yang bebas dalam berikhtiar, karena ia melakukan segala tindakan atas dasar akal dan kehendaknya. Menurut Thomas Aquinas, manusia menuntun dirinya sendiri, berkemauan dan berkehendak mengikuti akal fikiran yang dikaruniakan Tuhan. Manusia akan mempertimbangkan untung ruginya suatu pekerjaan yang hendak dilakukan, kemudian memutuskan untuk melakukannya atau meninggalkannya. Ia memiliki kebebasan dalam ikhtiar. Sebab itu, ia berfikir dan mencari kemaslahatan dirinya. Salah satu bukti bahwa manusia memlilik ikhtiar adalah pujian dan celaan yang dilontarkan antar manusia sendiri. Manusia bisa menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan dan memuji ataupun mengecam hasil pekerjaan manusia lain. Apabila tidak ada ikhtiar, maka pujian dan kecaman tersebut tidak ada artinya. Yusuf Ali mengatakan bahwa manusia benar-benar merupakan penciptaan yang sempurna ahsani taqwim. Dimana dalam penciptaan-Nya manusia dibekali dengan sifat serba menyeluruh Illahiyah, yang karenanya manusia pantas menjadi khalifah di bumi. Dan salah satu kualitas unggulan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya pengecualian jin dalam kosmologi spiritual adalah kehendak bebas free will. Dari perspektif persamaan Allah dengan ciptaan-Nya, menurutnya bahwa kehendak bebas manusia adalah cerminan dari kehendak bebas Allah. Menurutnya, kehendak bebas manusia adalah anugerah Allah –sehingga tidaklah sama dengan kehendak Allah, dan oleh karenanya kehendak bebas manusia memiliki kebebasan yang terbatas limited free will. Namun demikian, kehendak bebas manusia dapat melahirkan bentuk kebebasan asasi, sebuah center of power dalam kepribadian atau jiwa manusia. Pada perspektif yang lain juga dikatakan bahwa kehendak bebas manusia yang limited free will hanyalah sekedar sebuah kemampuan atau kekuatan, yang substansinya menempatkannya sebagai pusat tanggung jawab dan lokus ujian Allah atas manusia. Sehingga apapun pilihan perbuatannya, perilaku baik ataupun buruk menjadi tanggung jawabnya sendiri. Dari latar belakang diatas, tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang konsep ikhtiar, persoalan disekitar ikhtiar dan filosofi ikhtiar dalam ekonomi syariah. 2 Muhammmad al-Ghazali, SUNNAH NABI; DALAM PANDANGAN AHLI FIKIH DAN AHLI HADIS, terj. Abas M. Basamalah Jakarta, Khatulistiwa press, 2008 3 Masyhuri Mochtar, Hubungan Takdir dan Ikhtiar 4 Filosof terkemuka nasrani dan murid dari seorang filosof bernama Agustinus. 5 Abbas Mahmud Al-Aqqad, FILSAFAT QURAN FILSAFAT, SPIRITUAL DAN SOSIAL DALAM ISYARAT QUR‟AN, Cet II Jakarta Pustaka Firdaus, 1996 Rofa‟ah, Akhlak, dalam Khumaidi,” IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup Manusia. Cendikiawan asal India dengan tafsir fenomenalnya yang berjudul The Holy Qur‟an M Syamsul Hady, dalam Khumaidi,” Ikhtiar dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup manusia. Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDIA ISLAM INDONESIA Jakarta, Djambatan 1992 410 Ahmad Amin, AL-AHLAQ tp, tt, terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma‟ruf, ETIKA Ilmu Akhlak, Jakarta Bulan Bintang, 1995 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Hakikat Ikhtiar Ikhtiar secara etimologis berasal dari kata kerja dalam Bahasa arab yang berarti memilih, satu akar dengan kata yang berarti baik. Dengan demikian ikhtiar berarti memilih mana yang lebih baik diantara yang berdasar pada asal kata tersebut, ikhtiar diartikan memilih mana yang lebih baik diantara yang ada, atau mencari hasil yang lebih baik. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ikhtiar berarti alat, syarat untuk mencapai maksud; daya upaya; pilihan; pertimbangan, kehendak, pendapat, bebas, orang harus berusaha jika ingin mencapai suatu maksud tercapai atau tidaknya tergantung nasib. Ikhtiar adalah usaha yang dilakukan dengan segala daya upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil istilah, pengertian ikhtiar yaitu usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Maka, segala sesuatu baru bisa dipandang sebagai ikhtiar yang benar jika di dalamnya mengandung unsur kebaikan. Tentu saja, yang dimaksud kebaikan adalah menurut syari‟at Islam, bukan semata akal, adat, atau pendapat umum. Dengan sendirinya, ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai “memilih yang baik-baik”, yakni segala sesuatu yang selaras tuntunan Allah dan merupakan usaha yang ditentukan sendiri, dimana manusia berbuat sebagai pribadi dan tidak diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginan sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Segala kebutuhan, keinginan, cita-cita dan harapan dapat dicapai dengan cara usaha. Diam hanya akan melahirkan kekecewaan, kegagalan dan kesialan. Tidak ada keberuntungan diraih dangan berpangku tangan dan tidak mungkin emas jatuh tiba-tiba dari langit. Semuanya ada proses dan waktu. Islam mengajarkan dan melarang bersifat fatalistik atau berputus asa, ikhtiar adalah usaha manusia untuk memnuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sunguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya, tetapi bila usaha gagal, hendaknya tidak berputus sesungguhnya peran ikhtiar kita, tidak bergerak dan berproses berarti berhentinya roda kehidupan. Perintah Untuk Ikhtiar Banyak ayat Al-Quran maupun hadits yang menyuruh kita untuk selalu berikhtiar, baik yang bersifat perintah secara tegas maupun yang bersifat motivasi. Adapun dalil-dalil yang mewajibkan manusia untuk berikhtiar antara lain sebagai berikut Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA Jakarta, Djambatan 1992 410 Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, Jakarta IAIN Press, 1992 Mu‟ammar, “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, 37. Zurnalis, IKHTIAR DAN UPAYA MANUSIA KASAB DENGAN KEKUASAAN ALLAH, Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa Jakarta Sinergi Peersadatama Foundation, 2010, 252 Ismatu Ropi dkk, Pendidikan Agama Islam di SMP dan SMA Jakarta; Kharisma Putra Utama,201259-61 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”“Dan katakanlah "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir biarlah ia kafir". “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.”“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari kesalahan dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya."Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka , agar mereka kembali ke jalan yang benar.”“ Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang -orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”Dari makna ayat diatas, dimaknai bahwa semua perbuatan manusia akan dinisbahkan kepada mereka sendiri, dan semua yang menimpa dalam hidup mereka adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Atas dasar ini, manusia dalam pandangan Al-Quran adalah makhluk bebas dan berikhtiar. Manusia diberikan kebebasan dan hak sendiri untuk menentukan pilihan perbuatan dan kehendaknya diantara yang baik dan buruk. Manusia bahkan dikatakan di back-up sepenuhnya oleh al-Quran dalam kebebasan memilih apa yang menjadi suka Ar-Ra‟d 11 QS. Al-Jumu‟ah 10 QS. Al-Insan 2 -3 QS. Ali Imran 145 QS. Al-Kahfi 29 QS. Asy-Syura [42] 30 QS. An-Nisa [4] 79 QS. Al-Baqarah [2] 286 QS. Ar-rum [30] 41 QS. Fussilat [41] 40 Za‟ba, Falsafah Takdir Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Kewajiban Ikhtiar dan Hubungannya dengan Takdir Berbicara soal Ikhtiar, tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang takdir. Kita sebagai muslim wajib beriman kepada qada dan qadar, artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah mennetukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan qadha dan qodar, Rasulullah SAW bersabda ; “Dari Abi Abdurrahman Abdullah bi Mas’ud ra, beliau berkata Rasulullah SAW menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan kepadanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapka empat perkara menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” Riwayat Bukhori dan Muslim. Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Dalam bahasa agama, qadha dan qadar sering diucapkan satu, yaitu takdir, walaupun keduanya memiliki maksud yang berbeda. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk, sedangkan qadar merupakan perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Dengan arti ringkas, qadha merupakan ketetapan awal, sedangkan qadar merupakan perwujudan dari qadha yang biasa disebut takdir. Namun, meskipun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Kita tidak boleh sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ”Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ”Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”. Pada masa „Umar pula, beserta rombongan beliau berencana pergi ke suatu desa. Beliau mendengar kabar bahwa di desa yang akan dihampirinya telah mewabah suatu penyakit menular atau Thaun. Akhirnya Sayidina Umar tidak melanjutkan perjalanannya. Keputusan Sayidina Umar ini sempat diprotes oleh sebagian sahabat. Dikatakan, “Hai Amirul Mukminin, apakah Anda lari dari Takdir Allah?” Umar menjawab, “Saya lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, shahih al-Bukhari, kitan Bad‟u al-Khalq, Bab Zikr al-Malaikah, Nomor Hadits 3208 Riyadh Bait al-Afkar al-Dauliyah, 1998 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo‟a. Dengan berdo‟a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas. Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam a. Takdir mua‟llaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. b. Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya. Dengan demikian, tidak tepat jika seseorang merasa pesimis sehingga melalaikan tugas sebagai hamba yang harus taat kepada Allah dengan landasan bahwa surga dan neraka telah ditentukan. Bisa jadi, karena keengganannya untuk beribadah itulah yang merupakan bagian dari jalan ikhtiar menuju takdir masuk neraka. Demikian pula ketika berbuat taat yang merupakan bagian dari ikhtiar menuju takdir masuk basa „Umar bin Khathab, “Lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain”.Kita memang harus meyakini bahwa semua yang terjadi atas diri kita adalah karena takdir Allah, namun paham takdir tidak dapat kita gunakan untuk hal yang belum terjadi, sikap kita haruslah ikhtiar. Apabila setelah kita ikhtiar sepenuh kemampuan kita namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan atau bahkan gagal, itulah yang dinamakan takdir. Hal ini sejalan dengan pemahaman atas firman Allah “ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”.Kita harus bisa menerima kegagalan tanpa berputus asa. Sebaliknya apabila suatu saat mengalami kesuksesan, kita tidak mengklaim dengan kerdil bahwa itu berkat kita sendiri, berkat kehebatan kita, kemampuan kita dan sebagainya. Semua itu harus dikembalikan kepada Allah. Dengan begitu, kita memiliki jiwa yang sehat, tidak hancur karena gagal, tidak sombong karena berhasil. Masyhuri Mochtar QS. Al-Hadid [57] 22-23 Nurcholis Madjid, ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban, ed. Budhy Munawar Rachman, 1st ed. Jakarta Mizan, 2006, 989. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Unsur yang prinsipil berkaitan dengan ikhtiar adalah niat, Eksistensi niat menjadi pengaruh penting terhadap kualitas ikhtiar. Ikhtiar akan memiliki nilai ibadah apabila diawali dengan niat tulus karena Allah. Karena niat merupakan lokomotif yang akan menentukan sebuah hasil, baik atau tidak, bernilai ibadah atau Ikhtiar dalam Ekonomi Syariah Pengetahuan dalam kajian ekonomi syariah sangat menarik karena didalam ayat Al-Quran terdapat ayat ayat yang berkaitan dengan dorangan agar umat manusia mencari, memanfaatkan, dan mengelola ekonomi secara benar. Demikian pula didalam hadits Rasulukkah SAW terdapat matan yang berkenaan dengan perintah mencari rezeki ikhtiar melalui pengembangan bidang ekonomi. Konsep ekonomi yang dimaksud tentulah konsep yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, bukan konsep ekonomi yang sekuler dan liberal yang selama ini menguasai dunia tanpa berpedoman pada nilai-nilai agama serta menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan akhirnya menyebabkan terjadinya ketimpangan dan kesenjangan sosial antara kaum yang kaya dan miskin, anatara yang memiliki modal dan memiliki tenaga serta menimbuklan praktik monopoli yang mematikan ekonomi masyarakat yang kurang mampu. Ada empat landasan filosofi Ekonomi islam yaitu tauhid, keadilan dan keseimbangan, kebebasan serta pertanggungjawaban. Filosofi Tauhid menegaskan pandangan bahwa semua yang ada merupakan ciptaan Allah SWT, dan hanya dia yang mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme hubungan antara manusia, cara memperoleh rezeki, dan sebagainya. Karena semua sumber daya yang ada di langit dan dibumi adalah milik Allah, maka kita hanya bisa berikhtiar menggunakan sumber daya tersebut sesuai dengan ketentuan Allah SWT, termasuk pada aktivitas ekonominya. Filosofi keadilan dan keseimbangan menegaskan bahwa seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan, yakni menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan serta kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan adalah suatu keadaan yang mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan pendistribusian, dan antara pendapatan kaum yang mampu dan kurang Kebebasan mengandung arti bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivitas ekonominya sepanjang tidak ada ketentuan Tuhan yang melarangnya. Disinilah manusia dibebaskan berikhtiar dan dibebaskan memilih dua jalan yang terbentang dihadapannya, yaitu jalan yang baik dan jalan yang buruk. Dengan adanya kebebasan ini, maka manusia dapat melakukan suatu pekerjaan atas pilihannya sendiri, dan karenanya ia akan bertanggung jawab atas pilihannya itu. Manusia yang baik menurut Allah SWT adalah manusia yang dapat menggunakan kebebasannya dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan, serta memaknai kebebasan adalah anugerah dari Allah SWT, dan dia tidak tunduk pada siapapun kecuali kepada Allah juga bebas memilih Asep Yudi and Yana Suryana, MUSLIM KAYA, PINTU SURGA TERBUKA Bandung Ruang Kata, 2013, 43. Abuddin Nata, STUDI ISLAM KOMPREHENSIF, ed. Fauzan, 1st ed. Jakarta Kencana, 2011, 451 Lihat QS. Ar-Rad 36 “Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi dan Nasrani yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru manusia dan hanya kepada-Nya aku kembali". Dan QS. Luqman 32. “Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan bidang usaha yang diminatinya, dan hal inipun telah dijelaskan dalam firman Allah pada Surah Al-lail 4 .Memilih sesuatu yang terbaik adalah kebebasan yang sejati, dan untuk melakukannya seseorang dituntut untuk mengetahui mana yang baik dan buruk. Sedangkan memilih sesuatu yang buruk adalah pilihan yang jelas berdasarkan kejahilan dan bersumber dari aspek-aspek tercela nafsu berikhtiar berarti kebebasan untuk melakukan upaya memilih sesuatu yang tebaik, atau bebas berusaha meraih yang terbaik diantara berbagai macam kebaikan. Kebebasan yang tidak mengandung kebaikan, tidak selaras dengan ide kebebasan dalam islam. Karena kebebasan dalam islam berlandasan pada aturan agama. Filosofi pertanggungjawaban menegaskan bahwa implikasi dari kebebasan menentukan jalan hidup dan bidang usaha ekonomi yang dilakukan pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan secara sosial, etik dan moral. Konsep tanggung jawab ini lahir karena adanya konsep kebebasan. Hasil dari ikhtiar manusia ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT, hal ini dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW sebagai berikut Seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat halusianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa digunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa digunakan, dan ilmunya untuk apa digunakan HR. Abu Daud Islam adalah ajaran yang bertujuan mengantarkan manusia kepada tujuan hidupnya yaitu falah, yang berarti kesuksesan, kemuliaan dan kemenangan. Hal itulah yang disebut kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat, secara bersama-sama dan saling berkaitan. Kebahagiaan hidup didunia harus menjadi sarana untuk mencapai kehidupan di akhirat, dan harapan kebahagiaan di akhirat harus menjadi landasan motivasi dalam melakukan kegiatan di dunia yang didasarkan pada petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Terpisahnya kedua macam tujuan hidup ini akan melahirkan kehidupan yang timpang atau berat sebelah, sehingga tidak mencapai kebahagiaan hidup yang seutuhnya. Sehingga dapat dikatakan, semua yang kita lakukan di dunia ini adalah ikhtiar untuk mencapai falah. Falah dapat terwujud apabila terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan maslahah. Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material dan non material, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Salah satu indicator dalam kebahagiaan hidup adalah terpenuhinya kebutuhan yang bersifat material, seperti sandang, rumah dan kekayaan lainnya yang sering kita kaji ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar”. “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda”. QS. Al-lail 4 Wan Mohd Nor Wan Daud, FILSAFAT DAN PRAKTIK PENDIDIDIKAN ISLAM SYED M. NAQUIB AL ATTAS Bandung Mizan, 2003. 102 Khumaidi, “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia,” 38. Nata, STUDI ISLAM KOMPREHENSIF, 411 Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan dalam ilmu ekonomi. Terpenuhinya kebutuhan material inilah yang disebut dengan sejahtera. Semua hal yang diperoleh didunia dan akhirat adalah akibat adanya ikhtiar manusia, dan ikhtiar harus selalu ada pada setiap aspek di hidup seorang muslim, termasuk aspek perekonomian yang mendominasi kehidupan manusia sehari-hari. Menurut as-Shatibi, maslahah dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama dien, jiwa nafs, intelektual „aql, keluarga dan keturunan nasl, dan material maal. Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia didunia dan di akhirat. Jika salah satu dari kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, atau terpenuhi dengan tidak seimbang, biscaya kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna. Agama dien merupakan pedoman manusia dalam melakukan usaha secara benar, dengan berpegang teguh pada ajaran agama Islam yang berfungsi untuk menuntun keyakinan, memberikan ketentuan atau aturan berkehidupan serta membangun moralitas manusia. Kehidupan jiwa-raga nafs adalah ladang amal yang akan dipanen di kehidupan akhirat nanti. Apa yang akan kita peroleh diakhirat, tergantung pada apa yang kita lakukan didunia. Tugas manusia adalah mengisi kehidupan dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mendapatkan balasan pahala atau dosa dari Allah SWT. Segala sesuatu yang dapat membantu eksistensi kehidupan seharusnya menjadi kebutuhan dan sebaliknya segala sesuatu yang mengancam kehidupan pada dasarnya harus dijauhi. Didalam Al-Qur‟an terdapat ayat yang memerintahkan manusia untuk mencari rezeki atau harta maal, bukan hanya untuk kebutuhannya pribadi, namun juga untuk ibadahnya. Selain untuk pemenuhan sandang, pangan dan papan demi kelangsungan hidupnya, hampir semua ibadah memerlukan harta, misalnya zakat-infak-sedekah, haji, menuntut ilmu, membangun sarana peribadatan, dan lain-lain. Tanpa harta yang memadai, kehidupan akan menjadi susah, termasuk menjalankan ibadah. Ikhtiar berhubungan erat dengan pengetahuan seseorang, karena ikhtiar itu memilih kemungkinan yang terbaik. Semakin luas pengetahuan orang, maka semakin banyak pilihan yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin sempit pengetahuan seseorang, maka pilihannnya pun semakin sedikit. Untuk memahami alam semesta dan ajaran agama dalam Al-Quran dan hadits, manusia membutuhkan ilmu pengetahuan „ilm. Apabila kurang ilmunya, diibaratkan seseorang itu hanya memiliki satu alternative, maka dia hanya dihadapkan pada dua pilihan berhasil atau gagal dengan kemungkinan hanya 50%. Sebaliknya kalau dia harus memilih satu dari seratus kemungkinan, maka kemungkinan untuk berhasil juga seratus kali secara dalam mencapai falah, manusia dihadapkan dengan banyak permasalahan, salah satunya adalah kelangkaan sumber daya resources. Padahal Allah telah menjamin bahwa alam semesta ini tercipta dengan ukuran yang cermat dan akurat sehingga memadai untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk-Nya. Disinilah Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI, EKONOMI ISLAM, 1st ed. Jakarta Rajawali Pers, 2009, 1. Sejahtera diterjemahkan dari kata prosperous yang berarti maju dan sukses, terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia hapinnes memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual Lihat QS. Al-Jumu‟ah [62] 10 Madjid, ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban, 988. Lihat QS. Luqman 20. “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan manusia diuji potensinya untuk menggali dan mengelola alam semesta ini agar falah Kelangkaan yang terjadi terhadap sumber daya adalah “kelangkaan relatif” yang disebabkan beberapa faktor antara lain 1. Ketidakmerataan distribusi sumber daya. Allah menciptakan bumi dengan keberagaman sumber daya alam, contohnya ada daerah yang kaya minyak bumi dan ada yang tidak. Hal ini memungkinkan manusia untuk melakukan inovasi agar kebutuhannya terpenuhi. 2. Keterbatasan manusia, menyebabkan sumber daya yang dimiliki tidak dapat diolah secara optimal, sehingga tidak cukup memberikan kesejahteraan. 3. Konflik antar tujuan hidup antara tujuan duniawi dan akhirat. Adakalanya kebahagiaan akhirat hanya dapat diraih dengan mengorbankan kebahagiaan dunia, demikian sebaliknya. Contohnya, jika seseorang mengambil hak orang lain, kemungkinan dia akan memperoleh kesejahteraan didunia, tetapi menurunkan kesejahteraan di akhirat. Peran ilmu ekonomi syariah sesungguhnya adalah bagaimana ikhtiar manusia mengatasi masalah kelangkaan relatif ini, sehingga mencapai falah dengan tiga aspek dasar yaitu konsumsi, produksi, dan distribusi. Konsumsi, yaitu bagaimana usaha manusia untuk memutuskan komoditas apa yang diperlukan, dalam jumlah berapa dan kapan diperlukan dari banyak pilihan-pilihan alternatif sehingga maslahah dapat terwujud. Produksi, yaitu bagaimana cara konoditas itu dibuat. Hal ini berhubungan dengan siapa yang membuat, teknologi apa yang dipakai, sehingga maslahah dapat terwujud. Distribusi, yaitu bagaimana usaha manusia sehingga komoditi tersebut dapat digunakan oleh masyarakat secara adil sehingga menghasilkan kesejahteraan yang hakiki. Jika manusia menyadari pentingnya falah, maka ia akan selalu berusaha mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai falah tersebut. Ekonomi islam dibangun atas dasar perilaku individu yang rasional islami dan dibangun atas aksioma-aksioma yang diderivasikan dari agama islam. Secara garis besar sebagai berikut a. Setiap pelaku ekonomi bertujuan untuk mendapatkan maslahah, sehingga seseorang akan selalu memilih kegiatan ekonomi yang memiliki maslahah lebih besar dan tingkat kebahagiaan lebih tinggi. Selain itu, mereka akan selalu mengupayakan tingkat maslahah tersebut terus meningkat sepanjang waktu. Contohnya, apabila seseorang mengalami sakit, maka maslahah hidupnya akan menurun, dia akan berusaha mengobati sakitnya. Selain itu dia juga rela melakukan beberapa pengorbanan seperti olahraga teratur atau membeli vaksin agar tidak jatuh sakit lagi dan lebih sehat dimasa yang akan datang agar maslahah hidupnya semakin meningkat atau paling tidak tetap. b. Setiap pelaku ekonomi akan selalu berusaha tidak melakukan kemubaziran non-wasting dan berusaha memilih alternative yang memiliki kompensasi sebanding. kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” QS. Al-Furqan 2. “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaanNya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” Lihat QS. Al-Baqarah 30. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI, EKONOMI ISLAM, 9. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan c. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimumkan resiko risk aversion. Resiko yang worthed akan diterima apabila resiko tersebut lebih kecil daripada manfaat yang akan didapat, namun resiko unworthed sebaiknya dihindari. d. Setiap pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidak pastian, sehingga e. Setiap pelaku ekonomi berusaha melengkapi informasi dalam upaya meminimumkan resiko. Penutup Dilihat dari pemikiran teologi, kata yang menyangkut iradah manusia dalam melakukan perbuatan dan kebebasan berusaha hanya dikenal kata ikhtiar, sunatullah, qadla dan takdir. Ikhtiar menjadi penting bagi manusia, karena dalam pandangan Al-Quran, manusia adalah makhluk yang diberikan akal dan kebebasan memilih mana yang ingin dilakukannya, perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Semua perbuatan manusia akan dinisbahkan kepada mereka sendiri, dan semua yang menimpa dalam hidup mereka adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri. Apabila setelah kita ikhtiar sepenuh kemampuan kita namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan atau bahkan gagal, itulah yang dinamakan takdir. Dapat dikatakan semua ikhtiar yang dilakukan manusia adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat yang disebut dengan falah, demikian pula dalam aspek ekonomi. Falah merupakan tujuan hidup manusia yang dapat dicapai apabila terpenuhinya maslahah. Maslahah akan terpenuhi apabila manusia dapat mengatasi “kelangkaan relatif” terhadap sumber daya dengan berpedoman pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Perilaku Ekonomi yang rasional islami dalam setiap ikhtiar tentulah akan memenuhi maslahah manusia dan akhirnya akan membawa manusia mencapai falah. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Al-Karim Amin, Ahmad, AL -AKHLAQ, Terjemahan Indonesia oleh KH. Farid Ma‟ruf, Etika ilmu Akhlak. Jakarta Bulan Bintang, 1995 Aqqad, Abbas Mahmud, FILSAFAT QUR‟AN Filsafat, Spiritual, dan Sosial dalam Isyarat Qur‟an, Cet. II, Jakarta Pusraka Firdaus, 1996 FORDEBI, ADESy, EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta Rajawali Pers, 2016. Khumaidi. “IKHTIAR DALAM PEMIKIRAN KALAM HAMKA Analisa Ikhtiar Sebagai Prinsip Pembangunan Harkat Hidup Manusia.” UIN Syarif Hidayatullah, 2017. Profit Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban. Edited by Budhy Munawar Rachman. 1st ed. Jakarta Mizan, 2006. Mochtar, Masyhuri, Hubungan Takdir dan Ikhtiar Mu‟ammar. “Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran.” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Nasution, Harun dkk, ENSIKLOPEDIA ISLAM INDONESIA .Jakarta, Djambatan 1992 Nata, Abuddin. STUDI ISLAM KOMPREHENSIF. Edited by Fauzan. 1st ed. Jakarta Kencana, 2011. Nor Wan Daud, Wan Mohd. FILSAFAT DAN PRAKTIK PENDIDIDIKAN ISLAM SYED M. NAQUIB AL ATTAS. Bandung Mizan, 2003. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam P3EI. EKONOMI ISLAM. 1st ed. Jakarta Rajawali Pers, 2009. Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, Jakarta Sinergi Persadatama Foundation, 2010. Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, Jakarta IAIN Press, 1992 Yudi, Asep, and Yana Suryana. MUSLIM KAYA, PINTU SURGA TERBUKA. Bandung Ruang Kata, 2013. Zurnalis, IKHTIAR DAN UPAYA MANUSIA KASAB DENGAN KEKUASAAN ALLAH, ... In the Arabic dictionary, an endeavor is a verb form that has the meaning of choosing. In other words, endeavor is the power of an individual to be able to make choices for himself, whereas the word endeavor has the meaning of an individual's self-awareness in achieving what he wants in his life Rosmanidar 2019. In other terms, it is explained that an endeavor is a real effort by putting all the energy, mind, and heart to be able to get what is desired Saffan 2016. ...IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup ManusiaAkhlak KhumaidiRofa"ah, Akhlak, dalam Khumaidi," IKHTIAR Dalam Pemikiran Kalam Hamka, ANalisa Ikhtiar sebagai Prinsip Pembnagunan Harkat Hidup dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup manusiaSyamsul HadyKhumaidi DalamM Syamsul Hady, dalam Khumaidi," Ikhtiar dalam pemikiran kalam hamka, analisa ikhtiarsebagai prinsip pembangunan harkat hidup Peersadatama FoundationSolichinHmi Candradimuka MahasiswaSolichin, HMI Candradimuka Mahasiswa Jakarta Sinergi Peersadatama Foundation, 2010, 252Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan EngkauQ S LihatLihat QS. Al-Baqarah 30. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi PemikiranMuMu"ammar. "Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar Dan Takdir Dalam Pemikiran Muhammad Al-Ghazali Dan Nurcholish Madjid Studi Komparasi Pemikiran." UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas PeradabanQ S LihatLuqmanLihat QS. Luqman 20. "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk Madjid, Nurcholis. ENSIKLOPEDI NURCHOLISH MADJID Pemikiran Islam Di Kanvas Peradaban. Edited by Budhy Munawar Rachman. 1st ed. Jakarta Mizan, 2006. Mochtar, Masyhuri, Hubungan Takdir dan Ikhtiar

Dengankekuatan ikhtiar dan doa kita berharap kepada semoga Allah membukakan hati-hati mereka. Sekarang tidak ada jalan bagi kita untuk menyatukan agama dan negara kecuali apabila kita mengambil bagian dalam aktivitas politik itu. Dan, sekarang ini, dalam sistem demokrasi, jalur orang untuk sampai kepada seluruh otoritas penting dalam

Pengertian Ikhtiar dan Usaha – Setiap orang Islam wajib percaya kepada qadha’ dan qadar Allah. Tetapi, ajaran Islam menganjurkan agar orang wajib berihtiar atau berusaha dalam kehidupannya sehari-hari. Begitu juga dalam segala usaha untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, orang harus berusaha semaksimal mungkin, baik dengan beribadah, berdoa maupun dengan beramal sholeh, Ikhtiar atau usaha adalah suatu langkah atau perbuatan manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya atau yang dicita-citakannya. Dalam berikhtiar, manusia tidak perlu memikirkan tentang takdir yang akan berlaku pada dirinya. Sebab setiap orang tidak mungkin akan mengetahui nasibnya di masa yang akan datang. Yang terpenting bagi seorang manusia yaitu berikhtiar dengan sekuat tenaga, tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu takdir yang baik. Dalil Tentang Ikhtiar dan Usaha Allah swt telah berfirman bahwa nasib suatu kaum/umat akan berubah apabila umat/kaum itu sendiri yang merubahnya. Dan berikut ini ayatnya Allah swt berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka itu mengubah nasibnya sendiri. Ar-Ra’ad ayat 11. Dalam ayat lain Allah swt juga berfirman yang isinya agar hamba-Nya banyak bekerja atau berikhtiar, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105 yang artinya Dan katakanlah Hai Muhammad. Bekerjalah kamu semua. Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang mukmim akan melihat hasil pekerjaanmu. Di ayat lain Allah swt berfirman yang artinya …..Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antaramu, baik laki-laki atau perempuan. Ali-Imran ayat 195 Dalam An-Najm ayat 39-41 Allah swt berfirman Dan bawha tiadalah yang akan diperoleh manusia hanyalah sekadar hasil usahanya. Usahanya itu akan dilihat, kemudian akan diberikan padanya ganjaran sepenuhnya. Di samping berusaha dengan segala daya dan kekuatan fisik, orang-orang beriman hendaknya juga berikhtiar secara batin yaitu dengan jalan berdoa dan memohon kepada Allah set Tuhan Yang Maha Menentukan Qadha dan Qadar bagi semua makhluknya. Dipandang dari segi ini, maka berdoa dapat menggerakkan ikhtiar manusia secara fisik. Apalagi Allah swt telah menjanjikan bahwa siapa di antara hamba-hamba-Nya yang berdoa dengan yakin dan ikhlas pasti akan dikabulkan-Nya. Dalam Al-Quran surat Al-Mukmin ayat 60 Allah swt berfirman … Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan permohonanmu Dalam berikhtiar, Islam mengajarkan agar jangan lekas menyerah. Apabila mencapai sesuatu sesuai degan keinginan, maka bersyukurlah kepada Allah swt. Tetapi apabia mengalami kegagalan, maka pelajarilah lebih dahulu sebab-sebab kegagalan itu. Kemudian usahakan perbaikan-perbaikannya, sehingga kegagalan itu tidak terulang kembali. Anggaplah kegagalan itu hanya merupakan kesuksesan yang tertunda, dan sebagai orang mukmin kita tidak boleh cepat putus asa sebagaimana Firman Allah swt dalam Yusuf ayat 87 yang artinya ….Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Oleh karena itulah manusia diwajibkan untuk berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Tidak boleh malas, karena menunggu takdir. Nabi saw bersabda Bekerjalah untuk kepentingan duniamu, seakan-akan kamu akan hidup untuk selama-lamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seakan-akan kamu akan mati besok. Muslim. Pengertian Ikhtiar dan Usaha
Disamping itu, guna melindungi kehidupan rakyat kita, terutama masyarakat miskin atau berpenghasilan rendah, selaku Presiden saya juga menginstruksikan dan menjalankan tujuh prioritas pengelolaan
Pancasila lahir dari sebuah tantangan yang perlu dijawab. Ia dilahirkan dari kenyataan ketika bangsa ini menghadapi masalah yang amat mendesak dan menentukan, yaitu negara macam apa yang harus dibangun atau dibentuk supaya tetap bersatu akibat dari adanya kemajemukan suku, agama, ras, dll.. Dengan didasarkan pada kemajemukan tersebut, bangsa Indonesia rentan terhadap perpecahan. Kemajemukan bangsa Indonesia bukanlah berarti tidak melahirkan suatu konsep pandangan hidup bangsa; itu terwujud dengan lahirnya Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai petunjuk hidup, pedoman hidup serta sebagai penunjuk arah bagi semua aktivitas hidup masyarakat Indonesia dalam segala bidang. Pancasila berfungsi sebagai cita-cita yang selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap orang Republic of indonesia sehingga diharapkan bisa terwujud. Oleh karena itu, yang mungkin dapat dikemukakan ialah bahwa pelaksanaan Pancasila dalam hidup bermasyarakat tidak boleh bertentangan dengan norma agama maupun norma-norma yang telah ada dalam masyarakat. Indonesia adalah negara yang penuh dengan kontradiksi. Republic of indonesia adalah negara Islam terbesar di dunia, dalam artian mempunyai jumlah penduduk yang beragama Islam terbanyak. Di sisi lain, Indonesia pernah mempunyai partai komunis yang terkuat setelah Cina dan Rusia. Di pihak lain, di Indonesia juga terdapat banyak gereja. Pancasila telah menjadi payung bagi kemajemukan bangsa Indonesia. Ia mempunyai daya tarik emosional tersendiri. Ia menjadi ideologi, dan berfungsi sebagai pandangan hidup. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang digali dari budaya bangsa, yang mencerminkan sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia. Dari segi iman Kristen, kita dapat melihat bahwa ada hubungan yang cukup erat antara Pancasila dan iman Kristen. Ini tercermin dari nilai-nilai yang dikandung oleh keduanya. Kita percaya bahwa Tuhan yang mengutus agama Kristen ada di Indonesia dalam rangka pelaksanaan panggilan orang-orang percaya di segala tempat dan di sepanjang masa untuk menjadi saksi-Nya. Pancasila dalam Perpekstif Iman Kristen Moralitas bagi kehidupan setiap individu ditentukan oleh agama, nilai-nilai budaya setempat, juga ditentukan oleh keadaan suatu bangsa. Dalam hal ini, bangsa Indonesia, tempat Pancasila dengan falsafah dan pandangan hidupnya, merupakan bagian yang penting dalam membentuk moralitas dan perilaku masyarakatnya. Filsafat yang sejati haruslah berdasarkan pada agama. Apabila filsafat tidak didasarkan pada agama dan hanya semata-mata berdasarkan akal pikir saja, filsafat tersebut tidak akan memuat kebenaran secara objektif. Sebab, yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikir, sedangkan kesanggupan akal pikir terbatas. Karena itu, filsafat yang berdasarkan pada akal pikir tidak akan sanggup memberi kepuasan bagi manusia. Dalam Roma xiii1-2 disebutkan bahwa tiap-tiap orang harus tunduk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah. Sebab itu, barangsiapa yang melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Umat Kristen, kita harus meyakini dan melakukannya dengan penuh tanggung jawab. Hal ini bukan berarti bahwa kita menyerahkan diri kepada negara, melainkan kita menyerahkan diri kepada iman kita, yang mengajarkan kepada kita untuk menjadi warga negara yang baik. Sebagai warga negara, gereja sadar bahwa agama Kristen bukanlah negara, melainkan merupakan bagian dari negara, tempat agama Kristen turut untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Iman Kristen tidak mewajibkan orang-orang Kristen untuk membangun negara Kristen, tetapi mengajarkan kepada umatnya untuk bersama-sama dengan masyarakat Republic of indonesia lainnya untuk membangun bangsa ini. Iman Kristen dengan Pancasila tidak dapat dicampuradukkan. Sebab, masing-masing mempunyai falsafah tersendiri. Akan tetapi, dalam Pancasila terkandung nilai-nilai iman Kristen. Dalam terang pengakuan dan kepercayaan itulah, kita, sebagai umat Kristen, berpartisipasi sepenuhnya dalam usaha bangsa dan negara kita untuk melanjutkan pembangunan nasional sebagai pengamalan dari sila-sila Pancasila. Dengan demikian, baik itu nilai-nilai Pancasila yang sangat diyakini kebenarannya maupun nilai-nilai kristiani yang menjadi dasar untuk berperilaku dan bertindak dalam penerapannya tergantung pada masing-masing individu, apakah mau melakukannya atau tidak. Penutup Pancasila adalah jiwa, pandangan hidup serta falsafah hidup bangsa Republic of indonesia. Sikap mental, tingkah laku bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, yang artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Ciri inilah yang dimaksudkan dengan kepribadian. Kepribadian bangsa Indonesia adalah Pancasila. Umat Kristen, dalam iman yang diyakininya, mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan moral bangsa karena apa yang dijabarkan oleh Pancasila mengenai nilai-nilai hidup tercermin dalam iman Kristen. Dengan demikian, iman Kristen harus menjadi pedoman bagi warga gereja dalam mengamalkan Pancasila. Unduh Audio Diambil dari Nama situs Tyoino’due south Star Weblog Alamat situs Judul asli artikel Pandangan Kristen Tentang Pancasila Penulis artikel Yowelna Tarumasely Tanggal akses 5 April 2018
Assalamualaikum.. Dalam kehidupan ini setiap tingkah laku.perkataan.perbuatan selalu mendapat penilaian dari orang penilaian baik maupun penilaian buruk yang tanpa kita sadari sendiri.karena kita merasa berbuat baik namun dimata orang lain itu sebaliknya.maka berhati-hatilah dalan setiap bersikap entah kepada sesama kaum wanita
Permintaanitu harus ikhlas dan berlandaskan sangat baik. Selanjutnya kemudian kita pasrah pada hasilnya dan mencoba lagi bila gagal. Termasuk apabila anda merasa bahwa karier anda terhambat tanpa sebab, apabila ditilik dari soal: *Masa pengabdian *Moral kerja *Prestasi kerja Semuanya itu anda tidak ada masalah. Jangan berburuk sangka namun
.
  • tvl6j8l53h.pages.dev/28
  • tvl6j8l53h.pages.dev/261
  • tvl6j8l53h.pages.dev/359
  • tvl6j8l53h.pages.dev/73
  • tvl6j8l53h.pages.dev/353
  • tvl6j8l53h.pages.dev/273
  • tvl6j8l53h.pages.dev/61
  • tvl6j8l53h.pages.dev/280
  • apabila usaha atau ikhtiar kita gagal sebaiknya kita bersikap